ecclesia reformata semper reformanda

WELCOME

Selamat datang
All of you are invited!!!

blog ini berisikan tentang renungan saya dalam kehidupan sehari-hari
selain itu ada beberapa karya ilmiah saya pada saat saya studi di sekolah teologi.

Semoga mendapatkan berkat melalui blog ini
Tuhan memberkati
HI FRIENDS, WELCOME TO MY BLOG.. I HOPE YOU LIKE IT..GBU ALWAYS

Kamis, 13 Maret 2014

Makna Sosial Perjamuan Kudus

MAKNA SOSIAL PERJAMUAN KUDUS
I KORINTUS 11:17-34

"Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!"
"Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!"

PENDAHULUAN
Apa makna Perjamuan Kudus? Perjamuan kudus adalah sebuah peristiwa di mana kita mengingat kembali peristiwa pengurbanan Yesus yang mencurahkan tubuh dan darahNya untuk penebusan dosa manusia.  Namun pada masa kini, perjamuan kudus seringkali hanya dijadikan sebuah ritual semata.  Ada yang menjadikannya hanya sebagai rutinitas dalam tahun liturgi, beberapa gereja bahkan menjadikannya sebagai ritual untuk mendatangkan mukjizat kesembuhan.  Pemahaman ini sudah bergeser dari makna sesungguhnya sebuah perjamuan kudus diadakan. Untuk itu kita perlu memahami makna perjamuan dalam budaya Israel dan bangsa sekitarnya pada saat itu

PERJAMUAN SAMA DENGAN MAKAN
Salah satu isu teologis yang seringkali dimunculkan di dalam surat- surat Paulus adalah mengenai makanan.[1]  Makanan bukan hanya masalah pangan saja, namun juga mencakup permasalahan agama, budaya, dan status sosial seseorang.[2]  Paulus membahas permasalahan makanan di dalam surat-suratnya karena seringkali permasalahan ini menjadi pertikaian ataupun perselisihan antar-anggota jemaat.  Ini dapat kita lihat di jemaat Korintus antara kaum kaya dengan kaum miskin.  Di sinilah Paulus hendak memberikan makna baru dalam masalah perjamuan makan ini.

Tradisi Makanan dalam Bangsa Israel
Di dalam Yudaisme, ada dua sumber utama yang menjadi acuan peraturan tentang makanan
  1. Hukum Deuteronomi (Imamat 11; Ul 14:3-21)
  2. Tradisi Lisan

Hukum makanan dalam Yudaisme mengatur apa yang boleh dimakan dan dengan siapa kita boleh memakannya.  Orang Farisi adalah salah satu contoh kaum yang begitu ketat dalam melakukan peraturan ini.  Oleh karena itu, sangat wajar mereka mengritik Yesus yang makan bersama pemungut cukai dan orang berdosa.  Selain itu, orang Yahudi yang saleh menghindari hubungan atau kontak sosial dengan orang-orang non-Yahudi dengan beranggapan bahwa orang-orang non-yahudi itu tidak bersih.  Kita dapat ambil contoh cerita dari Daniel, Tobit, dan Yudit. 
Orang Yahudi menyambut orang-orang non-Yahudi yang tertarik untuk mengikuti agama mereka, namun mereka tetap menghindari untuk makan dengan orang-orang non-Yahudi.  Sikap-sikap negatif tentang perjamuan makan dalam bangsa Yahudi bukan masalah rasa nasionalisme yang berlebihan melainkan ungkapan religius dan keyakinan sosial akan kesadaran mereka sebgai bangsa pilihan Allah.[3]
               
Tradisi Makanan dalam Bangsa Yunani-Romawi
Ada dua jenis acara makan keagamaan yang dikenal
  1.  Acara makan khusus yang diselenggarakan di rumah, pada acara makan ini ritus keagamaan diikutsertakan.  Secangkir anggur khusus dipersembahkan kepada dewa Zeus.
  2.  Acara makan umum.  Motivasi utama dalam ritus keagamaan ini adalah gagasan pesta.  Acara makan ini tidak diwarnai dalam keheningan tapi kegembiraan.

Kultus makanan dalam agama Yunani bermakna sosial.  Makanan bukan bermakna sakramental dan komunal dengan dewa-dewa.  Makanan dianggap sebagai kesempatan bagi para umat untuk menikmati persahabatan, makanan, dan hiburan.  Titik berat dari acara makan umum ini adalah persahabatan dan kegembiraan.  Oleh karena itu tidak heran jemaat Korintus pun sering mengadakan acara makan umum untuk menjalin persahabatan di tengah masyarakat

Perjamuan Makan di Korintus
Di dalam I Korintus 11:26-30  “Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang. Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya. Sebab itu banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal.”  Ayat ini menggambarkan sebuah perjamuan kudus yang tampaknya mengerikan.  Ketidaklayakan kita dapat mengakibatkan sebuah hukuman pada kita.[4] Jika memang semua manusia yang berdosa tidak boleh mengikuti Perjamuan Kudus, maka tidak ada satu manusiapun yang dapat mengikutinya.

Perjamuan Kudus adalah sebuah ritual anugerah yang luar biasa, saat Allah berkenan untuk mengundang kita hadiri dalam meja perjamuannya untuk menerima keselamatan.  Ayat 26-30 bukanlah berhubungan dengan aspek vertikal antara Allah dengan manusia, melainkan lebih ditekankan ke arah horizontal.  Di sini terjadi pertikaian antara si “kaya” dan si “miskin” di mana pihak si kaya datang terlebih dahulu dan menghabiskan makanan dalam sebuah meja perjamuan.[5]  Inilah yang dipertanyakan oleh Paulus kepada mereka “apakah kamu tidak mempunyai rumah untuk makan dan minum?”  ini memberikan kita pengertian bahwa si kaya datang membawa makanannya sendiri dan memakannya sendiri tanpa berbagi kepada si miskin.

Mengapa jemaat Korintus melakukan hal tersebut? Ini dikarenakan mereka masih terpengaruh dengan kebudayaan lama mereka.  Rumah di Romawi mempunyai dua ruangan yaitu triclinium (ruangan makan) dan atrium (beranda).  Mereka yang mempunyai status sosial tinggi, kalangan atas menempati ruangan triclinium yang telah dihidangkan berbagai makanan sedangkan kalangan bawah menempati atrium yang kurang menyenangkan dan hanya dapat memperhatikan kalangan atas menyantap makanan.

Inilah yang dikritik oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus.  Bagi Paulus, Perjamuan Kudus harus memiliki ungkapan persamaan dan kesatuan yang khusus dalam tubuh Kristus.  Paulus di sini hendak meningkatkan rasa solidaritas anggota jemaat dengan menasihati mereka agar memulai dan mengakhiri bersama.  Mereka harus menunggu satu sama lain (1 Kor 11:33). Ini berarti kalangan atas harus menyambut tamu yang miskin dan memberlakukan mereka dengan penuh keramahan, kemurahan, dan kebaikan sehingga tidak ada satu pihak pun yang merasa tersinggung atau terluka perasaannya. 

Di dalam meja Perjamuan Tuhan, semua manusia diundang untuk mendapatkan anugerah keselamatan.  Oleh karena itu, makna perjamuan kudus mempunyai aspek diakonat (pelayanan terhadap sesama)[6] dan mengingatkan kita bahwa masih ada orang yang menderita yang berada di bawah tekanan kemiskinan, mengalami ketidakadilan, dan tersingkirkan. Perjamuan Kudus bukan hanya sekedar mengingat pengurbanan Kristus, namun memiliki aspek sosialnya yaitu mau berbagi kepada sesamanya tanpa memandang status dan golongan.


                [1] Forum Biblika, Jakarta: LAI 2000
                [2] Ibid.
                [3] Ibid, 38.
                [4] Joas Adiprasetya, Raja yang Menderita: Kumpulan Khotbah Reflektif tentang Anugerah Keselamatan(Jakarta: BPK Gunung Mulia,2012), hal 68.
                [5]Perjamuan makan pada saat itu bukan hanya secuil roti dan anggur saja melainkan sebuah bentuk perjamuan kasih. 
                [6] Henri Veldhuis, Kutahu yang Kupercaya (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2010), hal 254)