MAKNA SOSIAL PERJAMUAN KUDUS
I KORINTUS 11:17-34
"Inilah
tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan
Aku!"
"Cawan
ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini,
setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!"
PENDAHULUAN
Apa makna Perjamuan Kudus? Perjamuan kudus adalah
sebuah peristiwa di mana kita mengingat kembali peristiwa pengurbanan Yesus
yang mencurahkan tubuh dan darahNya untuk penebusan dosa manusia. Namun pada masa kini, perjamuan kudus
seringkali hanya dijadikan sebuah ritual semata. Ada yang menjadikannya hanya sebagai
rutinitas dalam tahun liturgi, beberapa gereja bahkan menjadikannya sebagai
ritual untuk mendatangkan mukjizat kesembuhan.
Pemahaman ini sudah bergeser dari makna sesungguhnya sebuah perjamuan
kudus diadakan. Untuk itu kita perlu memahami makna perjamuan dalam budaya
Israel dan bangsa sekitarnya pada saat itu
PERJAMUAN
SAMA DENGAN MAKAN
Salah satu isu teologis yang seringkali dimunculkan
di dalam surat- surat Paulus adalah mengenai makanan.[1] Makanan bukan hanya masalah pangan saja,
namun juga mencakup permasalahan agama, budaya, dan status sosial seseorang.[2] Paulus membahas permasalahan makanan di dalam
surat-suratnya karena seringkali permasalahan ini menjadi pertikaian ataupun
perselisihan antar-anggota jemaat. Ini
dapat kita lihat di jemaat Korintus antara kaum kaya dengan kaum miskin. Di sinilah Paulus hendak memberikan makna
baru dalam masalah perjamuan makan ini.
Tradisi Makanan dalam Bangsa Israel
Di
dalam Yudaisme, ada dua sumber utama yang menjadi acuan peraturan tentang
makanan
- Hukum Deuteronomi (Imamat 11; Ul 14:3-21)
- Tradisi Lisan
Hukum makanan dalam Yudaisme mengatur apa yang
boleh dimakan dan dengan siapa kita boleh memakannya. Orang Farisi adalah salah satu contoh kaum
yang begitu ketat dalam melakukan peraturan ini. Oleh karena itu, sangat wajar mereka
mengritik Yesus yang makan bersama pemungut cukai dan orang berdosa. Selain itu, orang Yahudi yang saleh
menghindari hubungan atau kontak sosial dengan orang-orang non-Yahudi dengan
beranggapan bahwa orang-orang non-yahudi itu tidak bersih. Kita dapat ambil contoh cerita dari Daniel,
Tobit, dan Yudit.
Orang
Yahudi menyambut orang-orang non-Yahudi yang tertarik untuk mengikuti agama
mereka, namun mereka tetap menghindari untuk makan dengan orang-orang
non-Yahudi. Sikap-sikap negatif tentang
perjamuan makan dalam bangsa Yahudi bukan masalah rasa nasionalisme yang
berlebihan melainkan ungkapan religius dan keyakinan sosial akan kesadaran
mereka sebgai bangsa pilihan Allah.[3]
Tradisi Makanan dalam Bangsa
Yunani-Romawi
Ada
dua jenis acara makan keagamaan yang dikenal
- Acara makan khusus yang diselenggarakan di rumah, pada acara makan ini ritus keagamaan diikutsertakan. Secangkir anggur khusus dipersembahkan kepada dewa Zeus.
- Acara makan umum. Motivasi utama dalam ritus keagamaan ini adalah gagasan pesta. Acara makan ini tidak diwarnai dalam keheningan tapi kegembiraan.
Kultus makanan dalam agama Yunani bermakna
sosial. Makanan bukan bermakna
sakramental dan komunal dengan dewa-dewa.
Makanan dianggap sebagai kesempatan bagi para umat untuk menikmati
persahabatan, makanan, dan hiburan.
Titik berat dari acara makan umum ini adalah persahabatan dan
kegembiraan. Oleh karena itu tidak heran
jemaat Korintus pun sering mengadakan acara makan umum untuk menjalin
persahabatan di tengah masyarakat
Perjamuan
Makan di Korintus
Di dalam I Korintus 11:26-30 “Sebab
setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian
Tuhan sampai Ia datang. Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan
roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena
itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia
makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barangsiapa makan dan minum tanpa
mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya. Sebab itu banyak di
antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal.” Ayat ini menggambarkan sebuah perjamuan kudus
yang tampaknya mengerikan.
Ketidaklayakan kita dapat mengakibatkan sebuah hukuman pada kita.[4]
Jika memang semua manusia yang berdosa tidak boleh mengikuti Perjamuan Kudus,
maka tidak ada satu manusiapun yang dapat mengikutinya.
Perjamuan Kudus adalah sebuah ritual anugerah yang
luar biasa, saat Allah berkenan untuk mengundang kita hadiri dalam meja
perjamuannya untuk menerima keselamatan.
Ayat 26-30 bukanlah berhubungan dengan aspek vertikal antara Allah
dengan manusia, melainkan lebih ditekankan ke arah horizontal. Di sini terjadi pertikaian antara si “kaya”
dan si “miskin” di mana pihak si kaya datang terlebih dahulu dan menghabiskan
makanan dalam sebuah meja perjamuan.[5] Inilah yang dipertanyakan oleh Paulus kepada
mereka “apakah kamu tidak mempunyai rumah untuk makan dan minum?” ini memberikan kita pengertian bahwa si kaya
datang membawa makanannya sendiri dan memakannya sendiri tanpa berbagi kepada
si miskin.
Mengapa jemaat Korintus melakukan hal tersebut? Ini
dikarenakan mereka masih terpengaruh dengan kebudayaan lama mereka. Rumah di Romawi mempunyai dua ruangan yaitu
triclinium (ruangan makan) dan atrium (beranda). Mereka yang mempunyai status sosial tinggi,
kalangan atas menempati ruangan triclinium yang telah dihidangkan berbagai
makanan sedangkan kalangan bawah menempati atrium yang kurang menyenangkan dan
hanya dapat memperhatikan kalangan atas menyantap makanan.
Inilah yang dikritik oleh Paulus dalam suratnya
kepada jemaat di Korintus. Bagi Paulus,
Perjamuan Kudus harus memiliki ungkapan persamaan dan kesatuan yang khusus
dalam tubuh Kristus. Paulus di sini
hendak meningkatkan rasa solidaritas anggota jemaat dengan menasihati mereka
agar memulai dan mengakhiri bersama.
Mereka harus menunggu satu sama lain (1 Kor 11:33). Ini berarti kalangan
atas harus menyambut tamu yang miskin dan memberlakukan mereka dengan penuh
keramahan, kemurahan, dan kebaikan sehingga tidak ada satu pihak pun yang
merasa tersinggung atau terluka perasaannya.
Di dalam meja Perjamuan Tuhan, semua manusia
diundang untuk mendapatkan anugerah keselamatan. Oleh karena itu, makna perjamuan kudus
mempunyai aspek diakonat (pelayanan terhadap sesama)[6]
dan mengingatkan kita bahwa masih ada orang yang menderita yang berada di bawah
tekanan kemiskinan, mengalami ketidakadilan, dan tersingkirkan. Perjamuan Kudus
bukan hanya sekedar mengingat pengurbanan Kristus, namun memiliki aspek
sosialnya yaitu mau berbagi kepada sesamanya tanpa memandang status dan
golongan.