SOLA FIDE SOLA GRATIA SOLA SCRIPTURA

ecclesia reformata semper reformanda

WELCOME

Selamat datang
All of you are invited!!!

blog ini berisikan tentang renungan saya dalam kehidupan sehari-hari
selain itu ada beberapa karya ilmiah saya pada saat saya studi di sekolah teologi.

Semoga mendapatkan berkat melalui blog ini
Tuhan memberkati
HI FRIENDS, WELCOME TO MY BLOG.. I HOPE YOU LIKE IT..GBU ALWAYS

Jumat, 07 Agustus 2020

Kamu Juga Bisa

Resensi Buku

Penulis : Robby Chandra

Pada masa sekarang, kita dapat melihat banyak sekali buku-buku yang membahas tentang kepemimpinan.  Sebuah tema yang sebenarnya tidak asing lagi, karena karakter kepemimpinan dibutuhkan agar membuat dunia ini semakin baik lagi.  Namun, apakah ada kisi-kisi untuk menjadi seorang pemimpin?  Jika dalam dunia sekular, maka akan banyak teori-teori tentang kepemimpinan yang bisa saja diambil dari tokoh-tokoh tertentu.  Namun jika kita bertanya, apakah ada cara untuk menjadi pemimpin di dalam Alkitab?  Di dalam buku ini, Robby Chandra mengajak kita bahwa kita bisa menjadi pemimpin dengan meneladani tokoh-tokoh di dalam Alkitab.  Buku ini hendak mengajak pembacanya melihat bahwa setiap orang mampu untuk menjadi seorang pemimpin.

Robby Chandra mengajak pembacanya untuk melihat bahwa kepemimpinan adalah sebuah proses membawa, memelihara dan menggunakan kemampuannya untuk membawa sang pemimpin dan pengikutnya melewati setiap tantangan yang ada dalam kehidupan ini.  Menurutnya, kepemimpinan juga seharusnya terjadi dalam kerangka kristiani.  Kepemimpinan Kristiani datangnya bukan dari diri sendiri, melainkan berasal dari Tuhan.  Untuk itulah menjadi seorang pemimpin dalam kerangka kristiani, berarti untuk menjadi seorang pemimpin, orang tersebut harus hidup akrab bersama dengan Tuhan.

Pada awal bab pertama dan kedua, buku ini hendak memberikan wawasan bahwa semua orang tidak dilahirkan langsung menjadi sebuah pemimpin yang hebat.   Setiap orang yang ingin menjadi seorang pemimpin berarti, ia harus melewati segala peristiwa-peristiwa dalam kehidupannya untuk mengenali kekuatan dan kelemahan dalam dirinya.  Untuk menjadi seorang pemimpin, maka ia harus melakukan sebuah transformasi diri dalam kehidupannya.  Oleh karena itu, seorang pemimpin bukan dilahirkan, melainkan terjadi dalam sebuah proses.  Buku ini memberikan contoh, orang-orang yang dianggap kecil dan tak berarti tetapi sukses membuat sebuah dampak atau perubahan yang signifikan yaitu Daud, anak kecil pembawa lima roti dan dua ikan, dan Nehemia.  Mengapa perlunya sebuah kepemimpinan di dalam kekristenan? Menurut Robby Chandra, kepemimpinan adalah daya yang dimiliki seseorang karena pilihan Tuhan atasnya, sehingga ia dapat memberikan teladan dalam kehidupannya.

Pada bab ketiga dan keempat, ada hal yang menarik dari buku ini yaitu dipertentangkannya pandangan populer dan pandangan Alkitab mengenai kepemimpinan.   Menurut pandangan populer, kelebihan seorang pemimpin adalah karakter yang kuat, network yang luar biasa, daya pikir yang hebat, dan keberanian mengambil resiko.  Pandangan ini berbeda dengan Alkitab yang menyatakan bahwa kelebihan seorang pemimpin tidak bersumber dari dirinya melainkan keintimannya dengan Tuhan.  Jadi ia memiliki kuasa atau kemampuan karena anugerah Tuhan.  Kelebihan seorang pemimpin kristiani bergantung pada Tuhan dan tidak bersandar pada kelebihannya sendiri.  Kata kunci dari kepemimpinan Kristiani adalah menggali makna, merumuskan visi, menggerakkan, belajar, dan berjalan dipimpin oleh Tuhan.  Kita dapat melihat contoh-contoh dari kepemimpinan kristen di bab keempat, dimana dijabarka dengan contoh di lapangan.

 Pada bab kelima buku ini membahas mengenai langkah pertama untuk menjadi seorang pemimpin yaitu kepercayaan.  Untuk mendapatkan kepercayaan orang banyak yang merupakan prasyarat kepemimpinan, maka orang tersebut haruslah menunjukkannya dalam sebuah teladan.  Keteladanan ini membutuhkan proses sehingga orang tersebut dianggap mumpuni untuk menjadi seorang pemimpin.  Seorang pemimpin haruslah dipercaya dan mempercayakan.  Kepercayaan ini menyangkut tentang percaya diri, percaya pada Tuhan dan percaya pada rekan kerja.  Contoh yang dijabarkan disini adalah tentang Gideon yang mampu memenangkan peperangan karena sebuah kepercayaan.  Langkah kedua adalah seorang pemimpin haruslah bisa mengelola dengan handal sebuah organisasi.  Contoh dari langkah kedua ini adalah kisah tentang Musa dan Yitro yang mengelola sistem organisasi kemasyarakatan dalam Bangsa Israel, dimana Musa berbagi tugas dengan orang lain untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan Bangsa Israel.

Pada bab akhir dari buku ini, dijabarkan mengenai empat arah kepemimpinan yaitu memimpin ke dalam, ke atas, ke bawah, dan ke samping.  Ini berhubungan dengan relasi dengan atasan, rekan kerja, pengikut, dan diri sendiri.  Melalui empat arah ini, seorang pemimpin Kristen mempunyai cara yang baik bagaimana membuat dirinya menjadi pemimpin yang berkapabilitas di dalam Tuhan.  Sebuah sinergisitas dibutuhkan dalam menjadi seorang pemimpin

COVID = Christ Over Virus Isolation and Depresion

Filipi 4:10-20

Umat meyakini bahwa Allah berkuasa atas segala macam virus, isolasi, dan depresi,  sehingga umat mendapatkan harapan , kekuatan dan penghiburan ditengah kondisi saat ini.

Konteks Surat Filipi

            Pada saat kita membaca Filipi 4:10-20, maka kita harus mengerti tentang konteks jemaat dari Filipi.  Jemaat Filipi adalah jemaat yang lahir pada perjalanan penginjilan kedua Rasul Paulus tercatat dalam Kisah 16:12-40.  Surat ini ditulis dalam keadaan Paulus berada dalam penjara, dan dia memercayakan rekan sekerjanya Timotius dan Epafroditus kepada gereja.  Di dalam Surat Filipi ini, jemaat di Filipi sedang menjadi sasaran penganiayaan dan serangan dari pihak dunia.  Di dalam Filipi 1:28  kita dapat melihat jelas tentang keadaan tersebut “dengan tiada digentarkan sedikitpun oleh lawanmu. Bagi mereka semuanya itu adalah tanda kebinasaan, tetapi bagi kamu tanda keselamatan, dan itu datangnya dari Allah.  Akan tetapi Paulus tetap memberikan nasehat kepada jemaat Filipi untuk tetap setia kepada Tuhan sebagaimana tertulis di dalam Filipi 2:15 supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia. Melalui surat inilah, Paulus terus menasehatkan jemaat Filipi untuk tetap dapat berdiri teguh dalam kesulitan mereka (1:27;4:1).

            Di dalam Surat Filipi, Paulus menjelaskan keadaannya yaitu berada dalam penderitaan (penjara).  Namun, ia tetap menyatakan bahwa ia tetap bersukacita dalam keadaan tersebut karena kasih karunia dari Allah.  Paulus tetap menyerukan sukacita kepada jemaat di Filipi agar mereka tetap berpegang teguh dalam iman kepada Kristus.  Bagaimana mungkin dapat bersukacita dalam penderitaan? Bagi Paulus, dalam keadaan apapun kita tetap bersukacita karena hidup dalam persekutuan dengan Tuhan Yesus.  Melalui penjelasan ini maka kita juga mengetahui bahwa baik Paulus ataupun jemaat di Filipi sedang berada dalam posisi yang susah karena penderitaan dalam kehidupan mereka.

Belajar dari Paulus dan Jemaat Filipi

            Di dalam Surat Filipi ini kita dapat belajar dari dua sisi yaitu Paulus dan jemaat Filipi.  Pembelajaran pertama adalah dari Paulus, seperti yang sudah kita ketahui berada dalam kesusahan karena berada dalam penjara.  Namun respon Paulus saat menghadapi kesusahan tersebut adalah dia tetap bersukacita.  Di dalam ayat 11, Paulus menegaskan kembali tentang arti sebuah kecukupan.  Paulus tidak selalu berada dalam kelimpahan malahan sebaliknya, ia sering menderita kekurangan dan kelaparan.  Akan tetapi, Paulus tetap tidak merasakan kesusahan dan khawatir.  Mengapa? Ini dikarenakan Paulus telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.  Di dalam ayat 12, Paulus menjabarkan kembali tentang pengalamannya dalam penderitaan ini, sehingga ini menegaskan bahwa dia tahu keadaan susah bukan hanya berdasarkan teori semata melainkan sudah mengalaminya.

            Sikap Paulus dalam menghadapi penderitaan ini dapat kita lihat di dalam ayat 13 Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.  Paulus yakin dan percaya bahwa perkara (penderitaan) dapat ditanggung oleh dirinya.  Mengapa Paulus begitu teguh dalam menerima penderitaan tersebut?  Ini dikarenakan dia yakin bahwa Tuhan yang akan membuat dirinya kuat dan sanggup saat menghadapi permasalahannya.  Ini memberi pembelajaran bagi kita, bahwa kita tidak boleh lari dari kesulitan yang ada, melainkan belajar dari Paulus, ia menerima segala penderitaan yang terjadi kepada dirinya.  Sama seperti kita pada saat menghadapi kesulitan dalam pandemi Covid-19 ini janganlah kita mengeluh dan mempersalahkan Tuhan akan setiap kesulitan yang ada, melainkan tetap yakin dan percaya bahwa ini adalah sebuah proses untuk membuat iman kita semakin tangguh dalam menghadapi kesulitan hidup ini.

            Pembelajaran kedua adalah dari jemaat Filipi.  Seperti yang sudah dijabarkan, bahwa jemaat Filipi bukanlah jemaat yang sedang dalam kondisi baik-baik saja, melainkan jemaat yang sedang berada dalam tekanan.  Di tengah kesusahan itu, jemaat di Filipi masih memberikan bantuan kepada Paulus.  Jemaat Filipi adalah jemaat yang melayani kebutuhan Paulus selama ia mengadakan perjalanan saat ia berangkat dari Makedonia dimana saat itu tidak ada satupun jemaat yang memerhatikan Paulus(Fil 4:15-17; 1:4-5). Jemaat Filipi memberi yang terbaik kepada Rasul Paulus dimana mereka  memberi Paulus "suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai dan yang berkenan kepada Allah" (Fil 4:18).        Perbuatan ini telah menunjukkan persekutuan antara jemaat Filipi dengan Paulus.  Sekalipun mereka dalam keadaan yang berbeban berat, mereka tidak lupa untuk berbagi.  Bagi Paulus, bantuan ini bukan hanya berupa bantuan jasmani saja melainkan Paulus senang bahwa pelayanan pemberitaan Injil tidak ia tanggung sendiri.  Jemaat Filipi menanggungnya bersama-sama dengan Paulus.  Paulus juga menilai pemberian dari jemaat Filipi bukan dari segi nilainya tetapi ia melihat buah sebagai bukti dari kasih mereka dan ucapan syukur atas kasih karunia Allah kepada mereka.

            Di akhir ucapannya, Paulus berdoa bagi jemaat Filipi karena mungkin dia tidak bisa membalas kebaikan jemaat Filipi, maka ia yakin dan percaya bahwa hanya Allah saja yang akan memenuhi segala kebutuhan mereka.  Belajar dari jemaat Filipi, sekalipun mereka dalam keadaan sulit dan kesusahan, mereka tidak lupa untuk berbagi kepada yang membutuhkan.  Di dalam pandemi covid-19 ini kita dapat melihat berbagai macam egoisme.  Pada saat kesulitan melanda, banyak orang yang hanya memikirkan diri mereka sendiri “asal saya aman.”  Mereka tidak peduli dengan keadaan orang lain yang juga sedang kesulitan, mereka tidak peduli dengan tenaga medis yang berjibaku untuk menghadapi penyakit ini.  Gereja-gereja juga mulai ketakutan pada saat mereka harus tidak mengadakan ibadah, karena menyebabkan kekurangan dana dari persembahan.  Oleh karena itu, kita belajar dari jemaat Filipi walaupun dalam kesulitan sekalipun, mereka tetap memberi kepada orang yang membutuhkan.

            COVID = Christ Over Virus Isolation and Depresion, melalui tema ini kita bukan berarti ketakutan berlebihan ataupun menyepelekan pandemi ini.  Namun, kita dapat belajar dari Paulus yang tidak menyalahkan Tuhan dalam keadaannya melainkan tetap percaya bahwa Tuhan akan selalu memberikan kekuatan kepada dirinya.  Kita juga belajar dari jemaat Filipi, dalam kesusahan sekalipun, seharusnya cahaya kemuliaan Tuhan tetap terpancarkan dalam kehidupan bergereja untuk berbagi terhadap sesama.


Kamis, 08 Februari 2018


Lepaskan Kami daripada Yang Jahat

Umat yang terkasih dalam Yesus Kristus, pada minggu ini tema kita adalah lepaskanlah kami dari yang jahat.  Kata-kata ini seringkali kita ucapkan pada saat doa bapa kami diucapkan.  Namun apakah maksud dari perkataan ini? Apakah yang dimaksudkan berarti kesurupan seperti cerita Injil pada minggu ini? Tentu saja bukan itu saja, melainkan perkataan ini menjadi peringatan kepada kita agar menyadari adanya keterikatan-keterikatan yang menggiring kita kepada kuasa kejahatan.  Ada beberapa kesalahan-kesalahan yang sudah menjadi sebuah kebiasaan sehingga kita menganggap itu biasa saja bahkan dianggap benar.

Umat yang terkasih dalam Yesus Kristus, apakah maksud dari kesalahan yang sudah dianggap biasa saja? Saya ambil contoh kecilnya adalah penggunaan kata absen atau absensi.  Kata ini kita serap dari bahasa Belanda absentie yang maknanya ketidakhadiran. Lawan katanya adalah presentie yang bermakna kehadiran. Dalam bahasa Inggris dia disebut dengan absence dan lawan katanya adalah attendance.[1] Namun entah bagaimana jalan ceritanya, di negeri kita absensi malah dimaknai dengan kehadiran.  Kelirumologi ini menjadi sebuah kebiasaan sehingga kita tidak merasakan itu sebuah kesalahan bahkan dianggap kebenaran.  Contoh yang kedua adalah penggunaan kata acuh, apakah makna dari kata ini? Seringkali orang berpikir bahwa acuh itu adalah cuek.  Kelirumologi ini juga menjadi sebuah kebiasaan yang terjadi di tengah kita, padahal menurut kamus besar bahasa Indonesia kata acuh ini berarti peduli.  Namun entah mengapa kata ini mengalami perubahan makna menjadi tidak peduli.  Kedua contoh di atas adalah sebuah kesalahan yang menjadi sebuah kebiasaan sehingga kita seringkali tidak menyadari kesalahan yang ada atau bahkan tidak tahu bahwa itu adalah sebuah kesalahan.

Umat yang terkasih dalam Yesus Kristus, keterikatan akan dosa yang menjadi sebuah kebiasaan dapat membuat kita sebagai umat berman tidak menyadari kesalahan kita.  Kita begitu terikat erat dengan dosa, sehingga saat ada orang lain menegur kita ataupun memperingatkan kita, kita tidak menyadari kesalahan tersebut dan menganggap dosa tersebut sebagai hal yang lumrah atau menjadi sebuah kebenaran.  Oleh karena itu, tema minggu ini seharusnya membuat kita dapat menyadari dosa yang membuat kita terikat dan menjadi batu sandungan bagi orang-orang di sekeliling kita.  Melepaskan diri dari yang jahat berarti kita tidak mau lagi terikat akan kuasa kegelapan yang membuat diri kita tidak lagi hidup bersama dengan Tuhan.

Paulus di dalam Korintus mengingatkan tentang bagaimana keadaan jemaat di Korintus yang ingin membebaskan diri dari keterikatan mengenai makan makanan persembahan berhala.  Paulus mengajarkan bagaimana untuk melepaskan diri dari keterikatan tersebut harus dilakukan dalam sebuah komunitas bukan hanya diri sendiri saja.  Mengapa? Karena Paulus melihat ada orang-orang yang dapat dengan mudah membebaskan diri dari keterikatan tersebut, namun ada juga golongan yang dikatakan “lemah hati nurani” sehingga mereka kesulitan untuk melepaskan diri dari keterikatan tersebut.  Paulus di dalam Korintus menginginkan umat agar dapat saling menghargai perbedaan tersebut dan menginginkan agar keterikatan tersebut dihilangkan bersama-sama dalam komunitas.  Ini berart, keterikatan terhadap dosa diharapkan jemaat di Korintus saling membantu untuk membebaskan diri dari keterikatan antar satu dengan yang lain.

Umat yang terkasih dalam Yesus Kristus, semua orang dapat terjerat dengan roh yang cemar tanpa terkecuali.  Keterikatan terhadap kemarahan, dendam, harta benda, ketamakan, kenikmatan diri, nafsu seksual, narkoba, kesombongan rohani, dan narkoba, kesemua hal ini dapat membuat kita jauh dari Tuhan.  Orang-orang yang terikat akan hal tersebut akan perlahan-lahan menolak kehadiran Tuhan dalam kehidupannya, karena keterikatan itu membuat kita menjadi egois dan tidak peduli terhadap yang lainnya.

Marilah umat yang terkasih dalam Yesus Kristus pada minggu ini:
1.      Lepaskanlah kami dari yang jahat sebagai langkah kita untuk membebaskan diri dari keterikatan dosa yang membuat kita hidup jauh dari Tuhan. 
2.      Lepaskanlah kami dari yang jahat sebagai langkah untuk membebaskan diri kita dari dosa yang mungkin tidak kita sadari
3.      Lepaskanlah kami dari yang jahat sebagai cara kita saling mengingatkan satu dengan yang lain untuk membantu orang lain terbebas dari dosa yang mengikat
4.      Lepaskanlah kami dari yang jahat sebagai cara kita untuk menjadikan otoritas Tuhan sebagai pedoman dalam kehidupan kita

Soli deo Gloria
Pdt. David Roestandi Surya Sutanto



[1] https://www.kompasiana.com/gustaafkusno/absensi-maknanya-kehadiran-atau-ketidakhadiran-sih_552ff6ce6ea8344d768b4588

Sabtu, 16 Desember 2017

Kitab Tawarikh


Latar Belakang Kitab Tawarikh
Penulis dari kitab Tawarikh ini adalah Ezra, dimana konteks dan zaman kitab Tawarikh adalah pada masa sesudah pembuangan atau kembalinya bangsa Israel dari Babilonia.  Bangsa Israel dapat kembali ke tanah perjanjian dikarenakan pada masa itu Raja Kores dari Persia menaklukan bangsa Babel
2 Tawarikh 36:23  "Beginilah perintah Koresh, raja Persia: Segala kerajaan di bumi telah dikaruniakan kepadaku oleh TUHAN, Allah semesta langit. Ia menugaskan aku untuk mendirikan rumah bagi-Nya di Yerusalem, yang terletak di Yehuda. Siapa di antara kamu termasuk umat-Nya, TUHAN, Allahnya, menyertainya, dan biarlah ia berangkat pulang!"
Kerajaan Persia mempunyai ketetapan khusus kepada negara jajahannya yaitu memberikan kebebasan beragama bagi penduduknya.  Hal inilah yang dimanfaatkan Ezra dan Nehemia dalam memulihkan kultus beragama di Israel. 

Isi Kitab Tawarikh
  •  Permulaan 1 Tawarikh (pasal 1–10) kebanyakan berisi daftar silsilah, termasuk keluarga Saul dan penolakan Allah terhadap Saul yang menjadi dasar munculnya raja Daud.
  • 1 Tawarikh pasal 11–29: sejarah pemerintahan Daud.
  • Permulaan 2 Tawarikh (pasal 1–9): sejarah pemerintahan raja Salomo, putra Daud.
  • 2 Tawarikh pasal 10–36: sejarah raja-raja Yehuda sampai kepada pembuangan ke Babel, ditutup dengan dekrit raja Koresh Agung mengizinkan orang-orang kembali ke tanah air mereka masing-masing.

1 Tawarikh
Kitab 1 Tawarikh ini berfokus pada pemerintahan Daud sebagai Raja Israel, banyak peristiwa dalam kehidupan Daud di kitab ini juga tercantum di 2 Samuel.  Pada 1 Tawarikh ini, kita diberikan wawasan tentang karakter Daud yang tidak terdapat dalam kitab 1 Samuel.  Kita belajar bahwa Daud memberikan perintah kepada para imam dan orang Lewi dalam kelompok yang berbeda dengan tugas-tugas khusus dalam mengatur kemah suci (1 Tawarikh 23:2-26:32).  Ia pun telah mengumpulkan bahan bangunan untuk membangun bait Allah yang akan diwujudkan oleh Salomo (1 Tawarikh 28:9-29:19).  Ada perbedaan sudut pandang dari 1 Tawarikh dengan 2 Samuel, yaitu tentang permasalahan citra Daud.  Di dalam Kitab 1 Tawarikh ini Daud sangat positif citranya, kekuatan dan kecakapan Daud sangat menonjol serta kepercayaan dan kesetiaan Daud kepada Allah sebagai teladan bagi para pemimpin Israel. Kisah mengenai perzinahannya dengan Batsyeba, perencanaan pembunuhan terhadap Uzia, peringatan keras Nabi Natan kepada Daud (2 Samuel 11:12) tidak dimunculkan sama sekali.

Susunan kitab 1 Tawarikh
1.      Dari Adam sampai pembuangan (1:1-9:34)
Dari Adam sampai Yakub (1:1-54)
Yehuda, Daud, dan keturunannya (2:1-4:23)
Suku-suku Israel yang lainnya (4:24-8:40)
Daftar keturunan yang kembali ke Yerusalem (9:1-34)

2.      Daud, pendiri Bait Allah (9:35-29:30)
Pengantar: kematian Saul (9:35-10:14)
Daud memerintah di Yerusalem (11:1-17:27)
Pertempuran-pertempuran Daud (18:1-20:8)
Daud berencana mendirikan Bait Allah (21:1-29:30)

2 Tawarikh
Kitab 2 Tawarikh adalah sejarah pemerintahan Salomo hingga sampai terjadinya era pembuangan ke Babel.  Kitab 2 Tawarikh ini mencakup periode 1 dan 2 Raja-raja.  Perbedaan mendasar dari kitab tersebut adalah

1.     Raja-raja Israel hanya sedikit mendapat perhatian dalam kitab 2 Tawarikh
2.   Peran Elia dan Elisa (bahkan tidak disebutkan sama sekali) tidak terlihat sama sekali di kitab ini.  Ini dikarenakan banyak nubuat Elia dan Elisa ditujukan kepada raja-raja israel (kerajaan utara)
3.     Kitab 2 Tawarikh berfokus pada kerajaan Yehuda.

Penulis Kitab 2 Tawarikh hendak berfokus bahwa kegagalan umat Israel sehingga dibuang ke Kerajaan Babel adalah karena ketidaktaatannya kepada Allah.  Adapun isi kitab 2 Tawarikh:

1.      Salomo, Pembangunan Bait Allah (1:1-9:31)
Hikmat dan kekayaan Salomo (1:1-17)
Salomo membangun Bait Allah (2:1-5:1)
Salomo menahbiskan Bait Allah (5:2-7:22)
Masa pemerintahan Salomo yang panjang (8:1-9:31)
2.      Kerajaan terbagi (10:1-28:27)
Pendahuluan: suku-suku utara memberontak (10:1-11:4)
Raja-raja Yehuda (11:5-28:27)
3.      Akhir Kerajaan yang terbagi (29:1-36:23)
Pembaruan Hizkia (29:1-32:33)
Manasye dan Amon (33:1-25)
Pembaruan Yosia (34:1-25:27)
Kejatuhan, pembuangan, dan kembalinya Yehuda (36:1-23)

Maksud penulisan Kitab Tawarikh
Tujuan utama penulis kitab Tawarikh ini bukanlah hendak menuliskan kitab sejarah, melainkan menulis suatu teologi sejarah.  Waktu penulisan kitab Tawarikh adalah sesudah masa pembuangan, dimana bangsa Israel yang dulunya adalah bangsa yang besar dan berkuasa tetapi luluh lantak,  oleh karena itu Ezra menulis kitab ini dengan maksud memberi sebuah harapan kepada Bangsa Israel bahwa Allah tetap menyertai mereka.  Janji-Nya bahwa keturunan Daud akan selalu memerintah atas umatNya ( 2 Samuel 7:1-17) belum dilupakannya.
Penulis Tawarikh lebih menekankan perhatian kepada Bait Allah dan peribadatan terkhususnya tugas-tugas orang Lewi.  Setiap peristiwa diuraikan menurut teori pahala-hukuman.  Siapa yang bersalah atau berdosa akan mendapatkan hukuman sedangkan yang benar akan mendapatkan pahala.
Penulis Tawarikh memusatkan pada teologi iman bahwa ketika manusia percaya dan memuji Allah maka semuanya akan beres. Pemikiran ini sangatlah sesuai dengan keadaan bangsa Israel pada saat itu yang memang terpukul setelah mengalami masa pembuangan.  Mereka meyakini bahwa pembuangan itu adalah hukuman Allah karena ketidaktaatan mereka.  Oleh karena itu penulis Tawarikh mengajak Bangsa Israel untuk percaya, beribadah, dan memuji dalam segala hal.

Daftar Bacaan
David L Baker dan John J. Bimson "Mari Mengenal Arkeologi Alkitab"
George W. Knight "Adat Istiadat Alkitab dan Keunikannya dalam Gambar"
Philip J King dan Lawrence E. Stager "Kehidupan orang Israel Alkitabiah"
S. Wismoady Wahono "Disini Kutemukan"
Robert B. Coote "Kuasa Politik dan Proses Pembuatan Alkitab"
John Rogerson "Studi Perjanjian Lama bagi Pemula"
Alkitab Edisi Studi dari LAI