ecclesia reformata semper reformanda

WELCOME

Selamat datang
All of you are invited!!!

blog ini berisikan tentang renungan saya dalam kehidupan sehari-hari
selain itu ada beberapa karya ilmiah saya pada saat saya studi di sekolah teologi.

Semoga mendapatkan berkat melalui blog ini
Tuhan memberkati
HI FRIENDS, WELCOME TO MY BLOG.. I HOPE YOU LIKE IT..GBU ALWAYS

Rabu, 22 September 2010


PEREMPUAN DI MATA ALLAH


I. Pandangan Alkitab Mengenai Laki-laki dan Perempuan
            Di dalam Kamus besar bahasa Indonesia, definisi kata perempuan dan laki-laki hanya dibedakan berdasarkan jenis kelamin saja.  Perempuan artinya orang (manusia ) yang mempunyai puki dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusuisedangkan laki-laki adalah orang (manusia ) yang mempunyai buah zakar.  Tidak ada penjelasan yang lebih mendalam mengenai hal tersebut.  Definisi kata perempuan di dalam Kamus besar bahasa Indonesia dapat menjadi salah tafsir.  Bagaimana seandainya seorang perempuan tidak dapat hamil, apakah dia bukan perempuan lagi?  Dan inilah yang sering jadi tekanan dalam diri perempuan, jika ia tidak hamil dalam suatu pernikahan maka apakah dia bukan lagi menjadi perempuan yang sempurna? 
            Di dalam Kejadian 1:27 dikatakan “Maka Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.”  Kejadian 1:27 ini kita bisa lihat bahwa baik-laki-laki dan perempuan diciptakan segambar dan serupa Allah (Imago Dei).  Ini berarti sebuah pengakuan iman bahwa laki-laki dan perempuan sama martabatnya di hadapan Allah.  Tidak ada yang lebih rendah dan tidak ada yang lebih tinggi terhadap yang lain.  Di dalam ayat ini tidak diceritakan bagaimana proses penciptaan dari laki-laki maupun dari perempuan.
            Pada Kejadian 2:7 digambarkan bagaimana manusia (Adam) diciptakan yaitu dari debu dan tanah.  Pada kejadian 2:22, adalah sebuah proses penciptaan perempuan (hawa) diciptakan.  Pada ayat 23 merupakan gambaran bahwa keduanya mempunyai sumber yang sama, mereka adalah kesatuan yang utuh.  Kata “diambil” janganlah diartikan bahwa perempuan adalah milik laki-laki tetapi lebih tepat dikatakan bahwa Allah menciptakan perempuan berasal dari sumber yang sama.  Proses penciptaan perempuan yang dilakukan Allah dapat dilakukan dengan sumber apa saja, jadi ayat ini tidak dapat diklaim bahwa perempuan adalah milik laki-laki.
            Namun, pengakuan iman bahwa perempuan setara dengan laki-laki seringkali tidak dilakukan.  Penyebabnya adalah budaya patriakhal yang telah merasuk dan berakar kuat dalam pemikiran kita, mempengaruhi sistem nilai yang kita anut dan tercermin secara jelas dalam pola relasi yang kita kembangkan  dalam hubungan laki-laki dan perempuan termasuk dalam membesarkan dan mendidik anak kita.  Budaya patriakhal sering mendiskriminasikan perempuan dalam kehidupannya, padahal dengan jelas sebagai orang Kristen kita tidak boleh melakukan diskriminasi.  Paulus di dalam Galatia 3:27-28, mengatakan bahwa “kamu semua yang dibaptis dalam Kristus telah mengenakan Kristus.  Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua satu dalam Kristus Yesus.”
            Teks-teks di dalam Alkitab haruslah dilihat dalam konteks pada zamannya.  Misalkan 1 Korintus 11:2-16, 1 Korintus 13:34 dan 1 Timotius 2:11-15.  Janganlah kita mengambil teks ini bulat-bulat tanpa melihat latar belakang konteks dari teks tersebut.  Nasihat dalam surat korintus ini harus dilihat sebagai salah satu sikap iman jemaat Korintus dalam mengatasi masalah jemaat yang mungkin merupakan alternatif yang dapat diterima sesuai konteksnya.  Pernyataan ini juga sama dengan 1 Timotius 2:11-15, pada zaman itu budaya patriakhal sangat kuat sehingga mempengaruhi semua aspek kehidupan.  Oleh sebab itu sangat diwajari kalau Paulus mengucapkan pandangannya tersebut.

II. Perempuan di dalam Alkitab
            Dalam Alkitab ketika kita berbicara tentang orang miskin atau orang asing seperti yang dikatakan dalam kitab Keluaran 23:3,6  maka yang dimaksudkan termasuk juga kaum perempuan.  Bahkan dalam kondisi tertentu kaum perempuan mendapatkan perhatian khusus (Kel 22:22; Ul 24:17; Yes 10:2).  Perhatian teks-teks ini secara khusus tertuju kepada kaum perempuan yang tertindas secara structural.  Dalam banyak teks, kaum perempuan tertindas disebutkan bersama-sama dengan yang miskin, lemah dan orang asing sebagai sama-sama kelompok yang tertindas. 
            Di dalam teks Alkitab juga ada banyak teks yang berbicara tentang perlindungan dan hak bagi perempuan.  Misalnya seorang istri yang diperlakukan secara tidak adil oleh suaminya (Ul 22:13-19).  Pada teks Alkitab juga kita menemukan lembaga perkawinan levirat (ipar) sebagai upaya melindungi janda-janda yang ditinggal mati (Ul 25:5-10).  Namun kita juga tidak menyangkali bahwa ada teks-teks Alkitab yang menggambarkan dominasi laki-laki.  Misalkan dalam Dekalog (Kel 20:17; Ul 5:21), istri diperhitungkan sebagai milik suami dalam arti suami menguasai istri.  Anggapan seperti ini secara tajam terlihat ketika sang suami disapa tuan oleh istri (Kej 8:12 Hak 19:26).
Namun, ada begitu banyak juga nama-nama perempuan yang disebutkan dalam Alkitab dan berpengaruh dalam perjalanan keselamatan manusia.  Contohnya, Ester, Ruth, putri Firaun, ibu Musa, Maria Magdalena, dan Maria Ibu Yesus.  Peran perempuan yang disebutkan ini sangatlah penting dalam sejarah karya penyelamatan dari Allah.  Tanpa keberanian dari Ester, maka bangsa Israel akan mengalami penyiksaan;  tanpa adanya Ruth, Raja Israel yaitu Daud tidak akan berada; demikian jugalah peran Maria ibu Yesus yang berperan sentral dalam kehidupan Yesus.  Di dalam Alkitab pun diceritakan bahwa dalam pelayanan Yesus, banyak perempuan-perempuan di sekelilingnya untuk mengikuti-Nya.
  Di dalam zaman Alkitab, peran perempuan juga sangatlah penting dalam kehidupan berumah tangga.  Peran perempuan dalam Alkitab memang tidak secara eksplisit disebutkan, namun merekalah yang berperan penting seperti membuat roti, mengambil air dari sumur, dan juga yang merawat anak.  Peran ini seringkali dijadikan tidak penting, padahal tanpa mereka, laki-laki/suami mereka tidak dapat bertahan hidup.  Peran ini seringkali dianggap sepele oleh banyak laki-laki bahkan termasuk perempuan sendiri.  Berapa banyak laki-laki yang dapat mengganti popok? Sedangkan kegiatan ini seringkali dianggap sepele dan tidak terhormat.  Stigma negatif inilah yang menjadikan perempuan juga diremehkan karena kegiatan/peran mereka juga diremehkan.

III.  Perempuan Pada Masa Kini
            Pada masa kini, perempuan lebih dapat berekspresi dibandingkan di masa lalu.  Sekarang, perempuan dapat melakukan pekerjaan yang dianggap adalah milik kaum laki-laki.  Ini membuktikan bahwa posisi perempuan sudah mulai dihargai bahkan Indonesia juga pernah dipimpin oleh presiden perempuan.  Penghargaan akan peran perempuan di segala bidang mulai dihargai oleh banyak kalangan.  Oleh sebab itu, kita tidak boleh lagi merendahkan atau mendiskriminasikan perempuan.
            Di dalam gereja, sudah banyak perempuan yang ditahbiskan menjadi pendeta. Namun, pernah dalam sebuah pembicaraan, ada seorang bapak yang tidak menyetujui pendeta perempuan, bahkan jika ada pendeta perempuan yang memipin ibadah minggu, bapak ini akan pulang sebelum khotbah dimulai.  Ini dikarenakan, bapak ini mengambil mentah-mentah teks Alkitab dari 1 timotius 2:12, di mana perempuan tidak boleh memimpin dan mengajar.  Ini menunjukkan bahwa masih ada pihak-pihak yang memandang sempit peran perempuan pada masa kini. Masih banyak pihak yang berpikiran seperti ini “Tuhan itu laki-laki” jika begitu maka “laki-laki itu Tuhan”  mengapa? Karena kita berdoa memanggil Bapa bukan ibu.  Padahal Tuhan itu bukan laki-laki atau perempuan, kitalah yang sering menggambarkan Tuhan itu laki-laki.  Tuhan mempunyai sifat keduanya.
            Pada masa kini, walaupun banyak perubahan yang terjadi dalam memandang peran perempuan dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak diskriminasi terhadap perempuan.  Pelecehan terhadap perempuan juga sering kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, perkosaan, pelecehan seksual, KDRT, dsb.  Seharusnya kejadian-kejadian ini harus membuat perempuan berani untuk melawan tindak diskriminasi ini.  Sayangnya, banyak perempuan yang diam saja saat mengalami pengalaman seperti ini.  Ada 3 faktor:
  1. Budaya.  Budaya patriakhal masih sangat kuat mempengaruhi segala aspek kehidupan.  Perempuan adalah milik laki-laki makanya setiap perlakuan laki-laki perempuan harus diam.  Budaya ini yang membuat banyaknya terjadi KDRT.    
  2. Lingkungan.  Masih banyaknya pihak yang memandang apabila terjadi perkosaan atau pelecehan seksual yang bersalah adalah perempuan.  Mereka selalu menjadi pihak yang tertuduh dalam kasus ini.  Mereka sering disalahkan salah satunya adalah cara berpakaian mereka.  Selain itu, banyak pihak yang memandang apabila kasus ini disebarkan ke umum maka dapat mencoreng muka keluarga besar.
  3. Pola pikir.  Banyak kekerasan terus-terusan terjadi dilakukan oleh suami, karena terjadi kesalaha pola pikir dari perempuan.  Perempuan selalu merasa jika dia dipukul, itu karena kesalahannya dan berpikir bahwa jika dia berbuat lebih baik maka sang suami akan berubah.  Namun jika kekerasan dilakukan terus-menerus dan pola pikir ini masih tetap ada maka kekerasan akan terus berlanjut.
Contoh berita yang diambil dari website primaironline.com:
Jakarta - Jumlah kasus KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) di Indonesia semakin meningkat, bahkan diperkirakan pada 2009, dapat terjadi kenaikan hingga 100 persen. "Pada tahun 2008 jumlah KDRT sebanyak 328 kasus, sedangkan pada tahun ini kami telah menerima sekitar 300 kasus KDRT," kata Direktur LBH APIK Estu Fanani ketika ditanyaPrimair Online, Kamis (18/6).Estu juga mengatakan terjadi kenaikan angka KDRT di lingkungan aparat penegak hukum.Dari data LBH Apik Tahun 2008 tercatat 57 kasus KDRT. PNS dibidang penegakan hukum menempati peringkat pertama dengan 31 kasus, Polisi 12 kasus, Mabes TNI 3 kasus, TNI AD 2 kasus, TNI AL 2 kasus, TNI AU 1 kasus, pensiunan TNI 1 kasus, pensiunan PNS 4 kasus, dan Hakim 2 kasus.Untuk data Tahun 2009 dari Januari-18 Juni 2009. LBH Apik mencatat, PNS masih menampati peringkat tertinggi kasus KDRT dengan 22 kasus,Polisi 11 kasus, pensiunan PNS 6 kasus, TNI AD 5 kasus, Mabes TNI 4 kasus, dan Hakim 1 kasus. Sementara itu, menyikapi angka-angka KDRT 2009,  Divisi pelayanan hukum LBH APIK, Eka Purnamasari mengatakan sebenarnya ini bukan hanya persoalan semakin banyaknya kekerasan yang dilakukan tetapi juga dikarenakan semakin banyak masyarakat yang sadar dan berani melaporkan apa yang mereka alami dan resiko apa yang akan diterimanya.
Perjuangan untuk membebaskan diskriminasi terhadap perempuan masih berlanjut.  Salah satunya adalah gerakan feminis.  Feminisme seringkali kita cap negatif seperti lesbian, anti berkeluarga, membenci laki-laki dan anak, dan gaya hidup bebas.  Namun bukan itu arti sesungguhnya dari gerakan feminis.  Tujuan dari gerakan feminis adalah memanusiakan perempuan yang telah lama menderita dan terindas oleh situasi dan struktur.  Feminisme dapat juga diartikan sebagai pembelaan terhadap perempuan.  Feminisme mempermasalahkan ketidakadilan yang dialami perempuan karena didiskriminasikan atau dibedakan disebabkan jenis kelamin selama-berabad-abad baik oleh karena struktur patriakhi.  Di Indonesia sendiri feminisme sebagai klaim setidaknya telah dimulai oleh Kartini.
Di dalam Panca Dharma Wanita menyatakan setiap perempuan Indonesia mempunyai lima peran penting yaitu:
  1. wanita sebagai istri dan pendamping suami
  2. wanita sebagai pengelola rumah tangga
  3. wanita sebagai penerus keturunan
  4. wanita sebagai pencari nafkah tambahan
  5. wanita sebagai anggota masyarakat

Panca Dharma wanita ini cukup efektif untuk membungkam perempuan sehingga tanpa gugatan menerima pekerjaan-pekerjaan stereotip perempuan yang dapat menimbulkan diskriminasi.  Pada faktor keempat, perempuan dianggap sebagai pencari nafkah tambahan sehingga banyak pengupahan terhadap perempuan sangat berbeda dibandingkan dengan laki-laki.  Selain itu, perempuan pengelola rumah tangga berarti perempuan itu hanya menerima saja tetapi dia tidak berhak mengatur.  Kemudian perempuan sebagai penerus keturunan. Ini berarti perempuan hanya dianggap untuk melahirkan anak terus.  Jika keempat faktor ini tidak dipenuhi, maka jangan harap dia bisa menjadi anggota masyarakat.  Apabila ada perempuan tidak menikah dianggap sebagai bukan perempuan baik-baik. 
Memang begitu banyak perubahan dalam peran perempuan pada masa kini, namun perjuangan belumlah usai karena masih banyak pihak-pihak yang masih berpikir patriakhi.  Pemikiran inilah yang menyebabkan banyaknya terjadi diskriminasi terhadap perempuan.  Di Indonesia banyak budaya patriakhi misalkan budaya batak, Timor, Bali, flores, dan Sumba.  Penghargaan terhadap laki-laki sangatlah tinggi, sehingga anak laki-laki lebih diinginkan untuk meneruskan garis keturunan.  Untuk itulah perjuangan untuk mencapai kesetaraan jender masih panjang dan harus tetap diperjuangkan.

IV. Bagaimana Seharusnya Perempuan Memandang dirinya
            Menurut Aristoteles femina est mas occasionatus (perempuan adalah laki-laki yang cacat atau rusak).  Pernyataan ini dikarenakan perempuan tidak mempunyai benih sebagaimana laki-laki, di mana benih itu dapat menghasilkan sesuatu yang seperti dirinya sendiri.  Pada zaman ini belum diketahui proses terjadinya bayi karena ada pertemuan antara sperma dan sel telur, sehingga dibayangkan bahwa penyebaran benih ini dilayakan sebagai benih yang tumbuh di tanah.  Jadi perempuan dibayangkan sebagai suatu yang pasif.  Klaim ini myebabkan bahwa perempuan harus dikendalikan oleh laki-laki karena perempuan emosional dan laki-laki rasional.
            Citra perempuan seringkali dilihat dalam urusan seksual semata.  Kita bisa melihat banyaknya majalah-majalah dewasa yang menampilkan perempuan di halaman depannya. Citra seperti ini mengakibatkan bahwa semua perempuan dipandang sebagai obyek dari pemuas hasrat laki-laki.  Citra yang tumbuh ini mengakibatkan martabat perempuan seringkali direndahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Di dalam Alkitab, kita tahu bahwa perempuan ternyata mempunyai peran penting dalam kehidupan.  Seharusnya citra ini yang tumbuh dalam kehidupan sehari-hari.  Perempuan harus berani melawan segala bentuk perilaku diskriminasi terhadap diri mereka.  Perempuan haruslah berani menunjukkan citra positif di tengah masyarakat.  Sikap silent is golden haruslah kita buang dalam kasus tindakan diskriminasi.  Sikap diam dapat menimbulkan banyaknya perilaku diskriminasi.
Selain itu, perempuan seringkali memandang dirinya terlalu rendah terhadap dirinya sendiri.  Di sini peran media sangat besar dalam membangun citra seorang perempuan. Iklan-iklan yang berkata bahwa putih itu indah, langsing adalah tujuan hidup membuat perempuan yang tidak seperti itu bukanlah seorang perempuan (manusia).  Padahal dengan jelas bahwa seorang manusia menjadi manusia adalah saat dia menjadi segambar dan serupa Allah.  Maksudnya adalah seorang manusia (perempuan) menjadi manusia saat dia menujukan tujuan hidupnya untuk mengikuti teladan Allah.  Menjadi serupa dengan Allah bukan berarti kita menjadi Allah, melainkan kita menyandarkan keteladan hidup kita kepada Allah. Oleh sebab itu, perempuan tidak boleh melihat kesempurnaan dalam bentuk fisik semata. 
            Kata gambar dalam Kejadian 1:27 mempunyai pemahaman bahwa manusia itu telah diciptakan oleh Allah sedemikian rupa sehingga ia sedikit banyak menyerupai atau mirip dengan Allah.  Kemiripan tersebut dimaknai sebagai sebuah teladan bagi keberadaan manusia  itu sendiri.  Selanjutnya pemahaman manusia sebagai citra (gambar) Allah tidak lagi dilihat dari sudut pandang substansi kemanusiaan, seperti pengetahuan, keberadaan, dan kesucian.  Akan tetapi, istilah tersebut dihubungkan dengan panggilan untuk hidup di dalam relasi dengan Allah, sesama manusia dan dengan alam semesta.  Gambar atau Citra Allah tidak dapat diwujudkan diluar relasi tersebut.
            GKI memandang manusia diciptakan menurut gambar atau citra Allah (Kej. 1:26-27).  Kesegambaran tersebut tercermin dalam kesetaraan martabat antara laki-laki dan perempuan, yang mempunyai mandat untuk beranak cucu dan memenuhi bumi serta untuk menguasai, mengusahakan dan memelihara seluruh ciptaan.  Dalam rangka menjalani mandat tersebut manusia dianugerahkan akal budi dan hikmat, kemuliaan, hormat dan kuasa. Kesegambaran manusia dengan Allah juga terlihat dalam kesatuan tubuh, jiwa dan roh, sehingga manusia dipanggil untuk memelihara kehidupan secara utuh antara yang jasmaniah dan rohaniah. Manusia juga diciptakan dalam kekebasan yang bertanggung jawab. Selain itu, Allah menciptakan manusia menurut citra-Nya dengan melampaui berbagai batas (jenis kelamin, suku, agama, status sosial).  Dalam kesetaraannya tersebut manusia diajak untu berelasi dan bekerjasama satu dengan yang lainnya.  Hubungan atau relasi tersebut merupakan perwujudan tugas panggilannya.
            Oleh karena itu, perempuan seharusnya memandang dirinya menjadi manusia saat dia dapat mengikuti teladan Allah bukan mengikuti iklan-iklan yang menyesatkan dan pandangan-pandangan diskriminasi.  Di lain pihak, laki-laki haruslah menghargai peran perempuan. Pandangan sempit mengenai peran perempuan janganlah dikembangkan dalam pemikiran kita.  Pada dasarnya laki-laki dan perempuan diciptakan dari satu sumber yaitu Allah.  Semua yang diciptakan Allah tidak untuk saling mengklaim diri mereka paling unggul melainkan untuk saling melengkapi.


Daftar Bacaan
Suleeman, Stephen dan Bendalina Doeka, Bentangkanlah Sayapmu: Hasil Seminar dan
                        Lokakarya Teologi Feminis. Jakarta: Persetia, 2000. 

Tidak ada komentar: