Lukas 10: 25-37
GKJ Kanaan
Masih segar betul diingatan saya, sewaktu duduk di bangku Sekolah Dasar, seorang guru mengajarkan bahwa kebutuhan dasar manusia atau biasa disebut kebutuhan primer sangat identik dengan sandang, pangan, dan papan. Tentu kita setuju dengan hal ini. Tanpa pangan, kita sebagai manusia dapat kelaparan dan tidak bertenaga. Tanpa sandang dan papan, manusia tidak dapat kuasa menahan panasan dan dingin. Namun belakangan ini, banyak tokoh psikolog ataupun sosial yang mencermati bahwa sandang, pangan, dan papan memang penting dan utama, tetapi masih ada kebutuhan dasar manusia lainnya yang dinilai penting pula. Salah satu tokoh yang berpandangan demikian ialah Abraham Harold Maslow – yang pada perkembangannya dikenal dengan Teori Maslow.
Teori Maslow ini mengatakan bahwa kebutuhan dasar utama manusia terbagi dalam lima hal: pertama, sandang, pangan dan papan. Kedua, kebutuhan bahwa diri kita ini aman atau selamat. Contohnya: hidup kita bebas dari ancaman; bebas dari rasa sakit; bebas dari pergumulan; bebas dari stress dan depresi yang berkepanjangan. Ketiga, kebutuhan interaksi sosial atau kebutuhan relasi antarmanusia. Kebutuhan ini penting karena manusia tidak dapat hidup sendiri. Kita membutuhkan orang lain. Demikian sebaliknya. Orang lain membutuhkan kita. Bisa dibayangkan: rumah mungkin kita punya, makanan pun tercukupi bahkan berlebih, dan pakaian pun ada, tetapi harmonisasi keluarga di dalamnya tidak ada, pasti rumah itu menjadi rumah yang seolah-olah hampa atau kosong. Oleh karena itu, banyak sekali fenomena anak broken home atau keluar dari rumah bukan akibat tidak terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan, melainkan kasih yang tercermin di dalam relasi yang indah tidak nampak dan terpenuhi. Begitupula sebaliknya, banyak orang tua sakit dan depresi, karena kita sang anak tidak mencerminkan hubungan yang indah terhadap orang tua kita.
Keempat, kebutuhan untuk setiap manusia diberi penghargaan. Penghargaan di sini sifatnya bukan sekadar materi, tetapi setiap kita butuh dipuji: “pak, hari ini ganteng lho, bu, hari ini cantik banget”, setiap kita butuh diapresiasi, butuh disapa, butuh dikasihi, butuh diperhatikan. Matius 5: 1-12 mengkisahkan bahwa sebelum Yesus memberikan khotbah panjang-lebar di bukit, yang Yesus lakukan adalah memberikan apresiasi, memberikan pujian: “berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, berbahagialah orang yang berduka cita, berbahagialah orang yang lemah lembut, berbahagialah orang yang murah hati, berbahagialah kita, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya, dan ditutup dengan bersukacita dan bergembiralah karena upahmu besar di sorga.” Yesus mengetahui betul, bahwa pujian, perhatian merupakan kebutuhan dasar manusia juga.
Dan yang terakhir, kelima. Setiap manusia butuh untuk mengatualisasikan dirinya. Kita butuh untuk menyalurkan minat dan bakat dalam hal yang positif. Sebentar lagi, GKJ Kanaan akan berulang tahun yang ke-2. Panita ulang tahun, yang diketuai oleh Mas Anto akan banyak mengadakan lomba: paduan suara, cerdas cermat Alkitab, futsal, badminton, dan tenis meja. Dalam ajang inilah, mari bersama-sama kita mengatualisasikan diri kita untuk memuji dan memuliakan nama Tuhan dengan tergabung dalam wilayah-wilayah. Sadar tidak sadar, ini juga merupakan kebutuhan dasar manusia di mana kita bisa mengeluarkan segala potensi dan talenta yang Tuhan berikan.
Bersyukurlah kepada kita, yang kelima kebutuhan dasar manusia ini bisa kita peroleh dan dapati. Namun, Firman Tuhan kali ini hendak memperlihatkan bahwa ada seseorang yang nasibnya naas dan tiba-tiba kelima kebutuhan dasar manusianya tercabik-cabik, hilang secara paksa. Sosok orang menderita inilah yang digambarkan oleh Yesus dalam sebuah perumpamaan.
Tentunya ketika Yesus mengangkat sebuah perumpamaan, itu tidak lepas dari kejadian sehari-hari-Nya. Dan memang benar, perumpamaan yang Yesus katakan di dalam perikop ini juga sering terjadi pada saat itu. Saat itu ada orang asing menuruni lembah dari Yerusalem ke Yerikho. Yerusalem dikenal sebagai pusat kota dan tempat Bait Suci sedangkan Yerikho dikenal sebagai tempat di mana banyak orang bertempat-tinggal. Lembah yang dilaluinya ini, merupakan lembah yang terjal. Dan di kiri-kanannya adalah tebing. Sehingga tempat ini merupakan tempat yang paling aman serta nyaman untuk para perampok bersenyembunyi dan melancarkan aksinya. Sebenarnya ini bukan jalan satu-satunya untuk menuju Yerikho, ada banyak jalan, tetapi biasanya rutenya agak jauh, memutar dan lama.
Namun malang betul peristiwa yang dialami oleh orang asing ini. Mau mempersingkat waktu untuk cepat-cepat sampai di rumah tetapi justru kejadian yang tidak diduga terjadi. Ayat 30 tertulis, “ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan tetapi yang juga memukulnya dan meninggalkannya setengah mati.” Kata merampok habis-habisan di sini hendak memperlihatkan bukan saja barang bawaannya yang diambil tetapi pakaian yang dikenakannya juga dijarah. Dan tidak sampai di situ saja penderitaan yang dialaminya. Fisiknya, dirinya, juga dicederai hingga sekarat. Kebutuhan sandang hilang, rasa keamaan dan keselamatan hilang, hubungan sosial juga retak, penghargaan dirinya sebagai seorang manusia juga sudah tidak ada. Pada titik inilah, orang asing ini sudah tidak dianggap layaknya seperti manusia. Kebutuhan dasarnya lenyap.
Di situasi inilah, seorang imam lewat. Imam ini melewati jalur yang sama. Menuruni lembah dari Yerusalem ke Yerikho. Dan agaknya, iman ini baru selesai memimpin atau mengikuti ibadah di bait suci. Tetapi justru bukan nilai-nilai kasih yang diperlihatkan imam itu selepas ibadah, melainkan ia naik kembali dan melewati jalur lain. Begitupula orang Lewi. Ketika orang Lewi melihat keadaan orang yang tergeletak tak berdaya itu, ia naik dan memutar lewat jalur lain. Ada tiga alasan mengapa imam dan orang Lewi ini tidak mau untuk melewati dan membantu orang yang naas itu. Pertama, Imamat 21:1 mengatakan “seorang imam janganlah menajiskan diri dengan orang mati.” Dan nampaknya seorang imam dan Lewi ini kwatir ia akan bersentuhan dengan mayat. Kedua, mereka ragu, jangan-jangan orang yang ditolongnya adalah orang berdosa. Mereka beranggapan orang berdosa layak mendapatkan hukuman. Dan ketiga, mereka juga takut untuk dirampok.
Justru orang ketiga, orang samaria yang bukan pulang dari tempat ibadah Bait Suci tergerak hatinya untuk menolong. Orang Samaria ini melihat bahwa orang asing itu sama sepertinya dirinya, segambar dan serupa seperti Allah. Orang Samaria ini memandang bahwa kebutuhan dasar orang asing tersebut harus dipulihkan. Ia memberinya rasa aman. Ia memberinya penghargaan sebagai seorang manusia. Ia bahkan memberikan orang asing itu tempat tinggal untuk menginap di penginapan, pakaian, dan makanan. Dan yang menarik, orang samaria itu mau kembali lagi ke penginapan itu untuk menjenguk orang asing itu. Yesus mengangkat sosok orang Samaria karena orang Samaria itu mampu memperlihatkan belas kasih dengan memperhatikan kelima kebutuhan dasar manusia.
Tentu Firman ini berlaku juga buat kita. Sesama kita bahkan orang terdekat kita, mungkin ada yang kehilangan salah satu kebutuhan dasarnya sebagai manusia. Di kiri-kanan kita mungkin perlu untuk diperhatikan, disapa, diberikan senyuman. Di dalam keluarga kita mungkin perlu untuk dipuji dan diberi apresiasi. Orang tua kita patut dihormati dan dihargai. Dan anak-anak kita patut untuk diberi ruang untuk mengatulisasikan dirinya dalam minat dan bakatnya yang positif. Inilah tindakan-tindakan yang diperkenakan oleh Allah. Dari hal yang sederhana, yang kecil, mari kita mulai untuk memberikan belas kasih kepada sesama. Ayatnya terakhir, Yesus mengatakan, “pergilah dan perbuatlah demikian!” Kiranya Roh Kudus memampukan kita untuk melakukan apa yang diperkenankan oleh Allah. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar