ecclesia reformata semper reformanda

WELCOME

Selamat datang
All of you are invited!!!

blog ini berisikan tentang renungan saya dalam kehidupan sehari-hari
selain itu ada beberapa karya ilmiah saya pada saat saya studi di sekolah teologi.

Semoga mendapatkan berkat melalui blog ini
Tuhan memberkati
HI FRIENDS, WELCOME TO MY BLOG.. I HOPE YOU LIKE IT..GBU ALWAYS

Kamis, 12 Agustus 2010

Ringkasan Buku Meretas Jalan Teologi Agama-Agama di Indonesia

MERETAS JALAN TEOLOGI AGAMA-AGAMA
DI INDONESIA


I.  Apa Itu Teologi Agama
Tantangan bagi masyarakat Indonesia sekarang adalah mengenai pluralisme.  Pluralisme telah menjadi ciri esensial dari dunia dan masyarakat sekarang.  Pluralisme bukan sekadar multiplikasi kepelbagaian, bukan hanya ekstentif melainkan kualitatif.  Pluralisme sekarang dapat dikatakan sangat aktif karena setiap kelompok sudah mengalami emansipasi sedemikian rupa sehingga tiap bagian itu melakukan emansipasi bersama.  Pluralisme pada zaman sekarang tampil bersama dengan kesadaran emansipatoris dari setiap kelompok yang ada di masyarakat.
  Pluralisme juga menjadi tantangan kontemporer dan mendasar bagi agama-agama di Indonesia.  Dengan pluralisme kenyataan kemajemukan agama-agama tidak saja dilihat sebagai kenyataan sosiologis belaka.  Ada pengalaman baru di mana setiap agama harus dapat memahami agama lainnya.  Setiap agama tidak lagi menjadi anak tunggal atau sulung.  Ia kini harus berbagi dengan agama lainnya.  Ini berarti setiap agama dalam kesaksian kehadirannya tidak lagi merendahkan agama lain atau merasa diri paling benar.  Sebaliknya, setiap agama harus mengajak agama lain untuk berkarya dalam kehidupan ini.
Respons agama terhadap tantangan pluralisme ini terlihat dalam theologia religionum (teologi agama-agama).  Teologi agama-agama berbeda dengan ilmu agama-agama.  Di mana ilmu agama-agama dapat dijalankan siapa saja yang ingin meneliti kenyataan agama-agama secara ilmiah.  Orang beragama yang satu dapat meneliti agama yang lain.  Berbeda dengan teologi, di mana teologi hanya dapat dijalankan oleh orang dari perspektif iman tertentu yaitu imannya sendiri.
Teologi agama-agama tak lain adalah sebuah upaya refleksi teologis untuk menempatkan pluralisme sebagai pusat perhatian dan pusat persoalan.  Teologi agama-agama in juga dipahami sebagai usaha umat beriman dan atau beragama tertentu untuk mempertanggungjawabkan pilihan serta keterlibatan iman dan atau beragama lain.  Teologi agama-agama tidak dimaksudkan untuk menjadi suatu universal theology, yang dihimbau ialah agar setiap agama memiliki teologi agama-agama-nya sendiri-sendiri.
   Teologi agama-agama pada tataran intern gerejawi, ini merupakan wujud dari apa yang selama ini disebut teologi kontekstual, yang menyangkut kehadiran agama tertentu di masyarakat.  Pada tataran eksternal bisa dikatakan bahwa teologi agama merupakan respons kita terhadap keseluruhan masa depan masyarakat maupun agama-agama.  Teologi agama ini juga merupakan upaya untuk mengoreksi hubungan-hubungan yang telah terjadi antar-agama di masa lalu.  Basis spiritual dan intelektual dari tugas kerja sama itulah yang hendak dirumuskan dalam teologi agama.
Theologia religionum adalah cara untuk memperluas cakrawala dan langit-langit berpikir kita lebih luas dan lebih tinggi.  Dengan kata lain, upaya pembaruan teologi itu sendiri, yang tentunya nanti ada implikasi dalam seluruh kehidupan gereja.  Ini dikarenakan konteks yang paling menantang dari kehadiran Kristen adalah pluralisme dan pertemuan antar-agama.  Theologia religionum menjadi ujung tombak dari pembaruan gereja dan agama pada masa sekarang ini.

II.  Teologi Agama-agama dalam Islam
Apakah Islam mempunyai teologi agama-agama?  Islam juga mempunyai teologi agama-nya sendiri dalam memandang realitas majemuk di negeri ini.  Alquran dan Sunna adalah dasar dan titik tolak bagi agama Islam untuk melakukan dialog dengan agama-agama lain.  Menurut Quraish Shihab, di dalam Alquran ada terjadi pembatalan-pembatalan, oleh karena itu kita (umat muslim) tidak boleh mempertahankan ketetapan-ketetapan hukum yang berdasarkan pertimbangan masa lampau.  Menurutnya Islam membutuhkan “reaktualisasi” yaitu penafsiran baru dalam melihat Alquran.
Di dalam Alquran menggariskan bahwa perbedaan adalah kehendak ilahi yang berlaku dalam kehidupan ini, demi kelangsungan hidup manusia.  Karena itu, seorang Muslim memahami, bahwa perbedaan agama adalah kenyataan yang dikehendaki Allah.  Dalam Alquran ada tertulis :
Untuk tiap-tiap umat di antara kamu Kami berikan aturan dan jalan.  Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat, tetapi Allah hendak menguji kamu menyangkut anugerah-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan (Q.s 5: 48)

Dapat dikatakan bahwa ayat ini ingin mengatakan bahwa perbedaan agama dan perbedaan pendapat adalah kehendak Allah.  Selain ayat tersebut terdapat juga ayat-ayat yang memberi petunjuk dalam hubungan antar-agama:
Bagimu agama dan bagiku agamaku (Q. s. 112:4)

Alquran mengajarkan bahwa tujuan dialog bukan untuk mencari siapa yang salah dan benar, melainkan sebagai upaya untuk memahami agama lain dengan ajarannya.  Salah satu dimensi keagamaan Islam yang sejak dulu memperlihatkan sikap dialogis adalah sufisme.  Bagi sufisme, tuntutan dialog dengan agama lain bukan hanya dalam rangka memahami dan menciptakan kerukunan dengan agama-agama lain, melainkan juga bermanfaat bagi pengayaan, penyuburan dan pendalaman pengalaman kerohanian mereka, tanpa harus kehilangan dan melakukan perpindahan agama.  Di dalam sufisme, mereka mempercayai bahwa setiap agama memiliki Rasul.  Di dalam sufisme, agama ditentukan oleh hakikatnya yaitu Tuhan sendiri, dan bukan oleh bentuk, doktrin atau tata cara ibadahnya.
Di dalam Islam, juga sangat menghargai perbedaan.  Kita dapat lihat di dalam Konstitusi Madinah, di mana Konstitusi itu mengajarkan untuk orang Muslim untuk memperhatikan orang-orang di sekitarnya.  Umat Muslim diajarkan bagaimana memperlakukan orang lain  yang tidak seagama dengannya.

III.  Teologi Agama dalam Konteks Indonesia
Apakah teologi agama-agama dapat diterapkan di Indonesia? Pada umat Kristen terdapat hambatan teologis dalam melakukan teologi agama-agama.  Misalnya ayat-ayat yang dapat dikatakan bersifat eksklusif yaitu Yoh 14:6 dan Mat 28:19.  ayat-ayat ini sering dijadikan landasan untuk meng-kristen-kan orang dan menganggap orang-orang dari agama lain membutuhkan pertobatan untuk masuk ke surga.  Warisan teologi dari Belanda ini menyulitkan berkembangnya teologi agama-agama dalam konteks Indonesia.
Teologi agama-agama juga mendapat hambatan di dalam pengaruh teologi revivalisme yang berorientasi pada pertambahan atau perbanyakan jiwa.  Ironisnya, generasi muda diberi ayat-ayat parsial yang dipahami secara mentah untuk menjadi ayat-ayat suci.  Akibatnya, muncul kehidupan rohani yang dangkal, tidak utuh, anti-dialog, dan serba instant, yang sebenarnya mandul dalam menghadapi kompleksitas dunia modern kita yang memang niscaya sekuler ini.
Hambatan-hambatan dalam perkembangan teologi agama-agama bukan hanya dari masalah teologis saja melainkan juga dalam hal non-teologis.  Seringkali kekristenan dianggap sebagai agama barat atau agama Kristen adalah agama penjajah.  Selain itu peran Islam sebagai mayoritas menganggap bahwa Islam harus dijadikan sebagai agama negara.  Ini juga menyulitkan perkembangan theologia religionum dalam konteks Indonesia.  Di saat ada satu agama merasa berhak untuk diperlakukan istimewa maka akan terjadi clash antar-agama. 
Akan tetapi menurut Frans Magniz-Suseno, masih terdapat harapan teologi agama-agama berkembang di Indonesia.  Menurutnya masih banyak budaya yang bersikap inklusif dan positif salah satunya adalah budaya jawa.  Orang Jawa membenci dogmatisme, eksklusivisme, fanatisme, kepicikan agama, kesombongan.  Bagi orang jawa yang penting adalah tahu diri.  Dan itu berarti, menyadari dan menghormati bahwa Tuhan bebas bergerak dalam hati orang.  Dalam budaya Jawa, otonomi orang untuk menemukan sendiri di dasar jiwanya koordinasi Tuhan sangat dihormati.  Budaya Jawa dapat membantu agar agama-agama di bumi Indonesia dapat mengembangkan kepositivan yang ada pada mereka, saling bekerja sama, dan dengan demikian memberikan sumbangan yang penting dan positif pada pembangunan masyarakat Indonesia yang adil makmur berdasarkan Pancasila.
Pancasila.  Inilah yang dapat memayungi teologi agama-agama di dalam konteks Indonesia.  Melalui Pancasila, di mana kebebasan beragama dijunjung tinggi membuat perkembangan teologi agama-agama dapat berkembang di Indonesia.  Bukan Muslim atau Kristen yang memproklamasikan kemerdekaan Indonesia melainkan bersama-sama.  Inilah yang dapat menjadi benih agar setiap umat beragama di Indonesia dapat saling memahami agama lain.  Pancasila merupakan payung yang tepat dalam konteks beragama di Indonesia. 

IV.  Titik Temu Agama-agama di Indonesia
Apakah dialog yang sering dilakukan antar-agama di Indonesia menemukan titik temu atau titik singgung? Bisa dikatakan ya dan tidak.  Terkadang untuk menemukan sebuah titik temu antar agama sulit dilakukan, tetapi kalau tidak ditemukan jangan sampai menghalangi rasa menghargai antar agama.
Dapat dikatakan titk temu antar-agama yang memungkinkan adalah mengenai masalah kemanusiaan.  Dimana setiap agama wajib membela hak-hak dasar manusia yaitu hak untuk hidup, beragama, memperoleh pendidikan, dsb.  Kemanusiaan akan selamat kalau dijalani bersama manusia-manusia konkret lainnya: mengakui otonomi dan kesamaan semua orang, mengakui hak-hak asasinya, mengakui kebebasan berpikir dan beragama.
Titik temu agama dapat dikatakan adalah mengenai masalah kemanusiaan.  Setiap agama diharapkan untuk menemukan peran etiknya di tengah masyarakat majemuk.  Dengan demikian kredibilitas agamadapat dikembalikan dan dakwaan bahwa kebangkitan agama justru melahirkan keruntuhan etika dapat dilawan melalui peran aktif agama-agama dengan menawarkan landasan moral dan etik bagi masyarakat luas.
Melalui titik temu ini (kemanusiaan) dapat dikatakan bahwa theologia religionum termasuk salah satu jalan yang mampu membongkar impasse (jalan buntu)  yang terjadi pad agama-agama.  Theologia religionum mengajak umat untuk menoleh ke luar dirinya dan menjalin hubungan yang akan memperkaya dirinya sendiri.  Ia memberi orientasi hidup beragama, sambil menawarkan wacana baru dalam hidupnya.

Tidak ada komentar: