ecclesia reformata semper reformanda

WELCOME

Selamat datang
All of you are invited!!!

blog ini berisikan tentang renungan saya dalam kehidupan sehari-hari
selain itu ada beberapa karya ilmiah saya pada saat saya studi di sekolah teologi.

Semoga mendapatkan berkat melalui blog ini
Tuhan memberkati
HI FRIENDS, WELCOME TO MY BLOG.. I HOPE YOU LIKE IT..GBU ALWAYS

Kamis, 26 Agustus 2010

Pengabdian yang Abdi

Tema: “ Pengabdian yang Abadi”

Bacaan I         :Yesaya 40:21-31
Antar Bacaan: Mazmur 147:1-11
Bacaan II       : I Korintus 9:16-23
Bacaan III      : Markus 1:29-39

KHOTBAH
               
Abdi Rajamin Saragih! Atau yang lebih akrab disapa dengan Bang Abdi, adalah salah seorang rekan saya di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta. Ia adalah salah seorang bersuku Batak yang berasal dari Gereja Methodis Indonesia (GMI). Abdi Rajamin Saragih! Sebuah nama yang menurut saya sangat unik. Mengapa? Karena di dalam nama itu saya menemukan sebuah kata yang penting, yang tentu saja memiliki makna yang tidak kalah pentingnya, yaitu kata ‘abdi’. Suatu kali saya pernah iseng menanyakan apa arti nama itu, atau mengapa orangtuanya memberi nama itu? Bang Abdi ini kemudian menjawab bahwa nama tersebut memang diambil dari sebuah kata ‘eved’ yang dalam bahasa Ibrani berarti pelayan atau hamba.  Jadi, konon…ketika dulu dilahirkan, orangtua dari Bang Abdi ini juga sangat berharap agar ia dapat menjadi seorang pelayan atau hamba, tentu saja pelayan atau hamba yang dimaksud adalah pelayan Tuhan. Demikian diungkapkan oleh rekan saya Bang Abdi dalam sebuah percakapan informal yang kami lakukan.

            Mungkin saudara/I bertanya mengapa kisah ini saya ceritakan di awal perenungan khotbah pada kebaktian mInggu ini? Hal ini karena pada hari ini kita hendak diajak untuk melihat dan merenungkan arti sebuah pengabdian….atau secara spesifik mengutip tema kita, melalui kebaktian Minggu ini kita diajak untuk merenungkan makna sebuah “pengabdian yang abadi”.

            Pengabdian! Jelas ini merupakan sebuah kata kerja aktif. Ada sesuatu yang dilakukan dan dalam hal ini kata kerja tersebut adalah mengabdi. Mari kita lihat sekilas istilah ‘pengabdian’. Istilah ini berasal dari sebuah kata ‘abdi’. Secara definisi, kata ‘abdi’ ternyata memiliki beberapa arti : (1) pelayan; (2) hamba, (3) orang bawahan, (4) budak tebusan. Tentu saja saudara/i, jika kemudian kita melihat definisi-definisi in, maka kata ‘abdi’ cenderung diarahkan atau dikonotasikan pada mereka yang memiliki status rendah, bawahan, atau mereka yang sehari-harinya menjadi pelayan yang melayani. Hal-hal inilah yang ada dalam pola pikir dan pemahaman setiap kita. Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah mudahkah kita melakukan sebuah pengabdian itu saudara? Jawabannya jelas tidak! Karena apa? Karena dibutuhkan sebuah kesiapan..kesediaan..bahkan juga penghayatan dalam proses pelaksanaannya.

            Bacaan Alkitab kita hari juga hendak memberikan sorotan pada dua tokoh yang memberikan dirinya untuk melaksanakan sebuah pengabdian. Tokoh yang pertama adalah Paulus. Apa yang ditekankan dalam bacaan II kita dari Surat Paulus kepada Jemaat di Korintus (I Kor 9:16-23) menjadi sebuah hal menarik. Kalau kita mencermati bagian perikop yang kita baca ini, kita dapat belajar dari sosok seorang Paulus dalam keberadaannya sebagai seorang hamba atau seorang abdi.
           
Apa yang menarik dari sosok seorang Paulus? Saya mencatat bahwa yang menarik dari sosok seorang Paulus adalah perihal sikap dan pilihan hidup yang ia pilih. Sikap dan pilihan hidup yang bagaimana? Jelas bahwa sikap hidup yang Paulus pilih adalah sikap hidup yang ‘mengabdi’. Kalau sejenak kita memperhatikan bagian awal perikop kita, kita dibawa pada suatu pemaparan mengenai pelayanan Paulus sebagai seorang Rasul. Apa yang dituliskan Alkitab? Alkitab menuliskan bahwa kendati sebagai seorang Rasul, ia sebenarnya memiliki hak untuk mendapat makanan dan minuman, upah, bahkan juga mempunyai hak untuk membawa keluarga dalam pelayanan, namun apa yang dinyatakan dan dilakukan oleh Paulus? Paulus ternyata tidak menggunakan hak-hak itu. Mengapa? Jawabannya seperti yang telah saya utarakan sebelumnya, karena ini adalah sikap dan pilihan hidup Paulus. Bagi Paulus, yang utama adalah sikap hidup yang mengabdi…pengabdian kepada Tuhan, dan pengabdian ini dilakukan secara total, tidak setengah-setengah. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah: apa wujud nyata pengabdian yang Paulus lakukan?
1.      Kesediaan untuk terus memberitakan Injil Tuhan dengan melepaskan yang sesungguhnya menjadi hak Paulus
2.      Kesediaan diri Paulus untuk menjadi hamba dari semua orang yang terus melayani.
      


Itulah tokoh yang pertama. Tokoh berikutnya yang juga hendak kita lihat
memberikan diri dalam melaksanakan sebuah pengabdian adalah Yesus Kristus. Dalam bacaan III kita yaitu Injil Tuhan kita Yesus Kristus menurut Markus dalam Markus 1:29-39, kita dapat melihat sebuah deskripsi terhadap sosok Yesus sebagai seorang Hamba, khususnya di sini Hamba Allah. Sebagai seorang Hamba, atau kalau meminjam tema kita hari ini, sebagai seorang Abdi Allah ini berarti bahwa apa yag dilakukan oleh Yesus, semuanya semata-mata ditujukan dan ditujukan pada satu hal yaitu mewujudnyatakan kehendak Allah… (point penting)…orientasi/fokus karya dan pelayanan Yesus semuanya ditujukan pada Allah sendiri. Ada sebuah ketaatan yang tampak di sini….dan ini menjadi sebuah hal yang essensial dalam kehidupan Yesus.

            Injil Markus saudara-saudara…dikenal sebagai Injil yang alur ceritanya banyak sekali menguraikan tentang kisah dan aktivitas pelayanan Yesus. Seperti dalam bacaan kita hari ini, Yesus dikisahkan menyembuhkan ibu mertua Petrus..lalu ada pula yang menderita sakit dan kerasukan setan…semuanya sebenarnya hendak berbicara tentang sebuah hal yaitu tentang karya dan pelayanan Yesus. Inilah yang Yesus lakukan tatkala Ia berada di dunia ini. Hidup Yesus diabdikan sebagai seorang Hamba yang mau melayani..untuk apa? Jawabannya jelas yaitu untuk mewujudnyatakan kehendak Allah di tengah dunia ini.

            Hari ini…dalam khotbah ini kita sama-sama hendak belajar tentang makna sebuah pengabdian. Belajar dari Paulus dan Yesus, kita diingatkan bahwa seorang abdi, atau seorang hamba harus memiliki ketulusan hati dan kesediaan untuk berkorban. Hal ketulusan hati menjadi sebuah hal yang penting saudara…Mengapa? Karena dalam realitas hidup yang kita jalani, ada orang yang bersedia untuk mengabdi…bersedia untuk melayani…namun itu semua dilakukan dengan tujuan atau agar ia memperoleh sesuatu yang menguntungkan dirinya… ambil saja sebagai contoh… “saya mau mengabdi kepada dia agar nantinya dia baik kepada saya….agar dia memberikan yang saya butuhkan…agar dia mau menolong saya kalau sedang mengalami kesulitan, dlsb”.  Kalau kita berada dalam situasi dan pola pikir demikian, itu berarti bahwa sebenarnya kita tidak memiliki ketulusan hati. Kita tidak punya kerelaan hati untuk mengabdi. Sungguh disayangkan kalau demikian yang terjadi. Namun sekali lagi saya tegaskan bahwa ini kenyataannya..sangatlah penting bagi seorang abdi untuk memiliki ketulusan hati dalam dirinya…dan ditambahkan pula dengan kesediaan untuk berkorban. Berkorban!!! Ini juga merupakan hal yang tidak mudah. Mengorbankan diri, waktu, tenaga, pikiran dan segala hal dalam hidup kita, dalam praktiknya sangat tidak mudah. Akan tetapi perlu ditegaskan, tentu saja ini bukan berarti tidak mungkin jika kita tetap mengupayakan dalam pelaksanaannya.    

            Saya teringat dengan apa yang dituliskan oleh J.B Banawiratma mengenai jati diri seorang pelayan. Dalam salah satu tulisannya, beliau pernah membedakan 2 jenis karakteristik pelayan dalam kehidupan sehari-hari dan kehidupan pelayanan secara khusus:
a.      Pelayan yang dengan kesungguhan dan ketulusan hati mau melayani dan dalam hal ini mengarah pada melayani Tuhan dan sesama (ia memiliki keikhlasan untuk tidak mempertahankan kemuliaan, kedudukan, jabatan, atau bahkan keuntungan pribadinya).
b.      Pelayan yang kedua adalah kebalikan dari yang pertama. Karakteristik pelayan kedua tentu saja lebih mengutamakan kedudukan, kekuasaan, yang ada pada mereka. Tak jarangm mereka melakukan sesuatu dengan embel-embel lain di balik pelayanan mereka. Jenis ini tentu bukanlah jenis pelayanan dengan ketulusan hati, bukanlah dengan kerelaan hati, dan ini menjadi sebuah hal yang harus dihindari dalam kehidupan kita.  

Apa yang diungkapkan oleh J.B Banawiratma ini menjadi sebuah perenungan dan  
refleksi bagi kita dalam memahami makna sebuah pengabdian..khususnya pengabdian kepada Tuhan... pertanyaan refleksti bagi kita adalah: kita berada pada karakteristik yang mana? Apakah jenis pelayan yang pertama, atau sebaliknya? Hanya kita yang dapat menjawab hal tersebut secara pribadi. Tuhan memberkati. AMIN

Gloria.Tesalonika.S.Si (Teol) 

Tidak ada komentar: